Archive for November, 2011


MENDENGARKAN

Begitu banyak kursus dan pelatihan untuk menjadi seorang ‘pembicara’ yang handal. Belajar mengenai public speaking, belajar berpidato agar menjadi orator ulung, belajar jadi MC, belajar jadi penyiar dll.

Lalu kapan kita belajar MENDENGAR ?

Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain.

Mari kita buka telinga dan hati kita untuk mendengarkan, kemudian mengerti, lalu memahami, dan kemudian mempertanyakan semua pikiran dan paradigma kita.

Sayangnya, banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya.

Mari kita buka telinga… Mari kita dengarkan…

Otak… kita sepakat bahwa otak terkait dengan logika. Otak berhubungan dengan pikiran sadar dan kita berpikir menggunakan otak.

Hati… rata-rata kita mempunyai pemahaman yang sama, bahwa hati terkait dengan perasaan. Maka ketika seseorang merasa sedih, dia akan mengatakan, ”Hatiku hancur”. Dan saat merasa senang, kita berucap ”Hatiku berbunga – bunga”.

Tapi, betulkan organ ’Hati’ yang merasakan itu semua ?

Benarkah organ hati yang berhubungan dengan otak ?

Ternyata tidak.

Para ahli menyebutkan, jantung mempunyai sistem komunikasi yang lebih luas dengan otak, daripada organ – organ tubuh lainnya. Jadi, sebenarnya jantung dan otaklah yang komunikasinya lebih intens. Jantunglah yang merasakan apa yang dipikirkan otak.

Ketika otak berpikir takut, jantung berdebar – debar. Ketika stress dan pikiran kacau, irama jantung menjadi tidak normal.

Sehingga, sebagian orang berpendapat bahwa yang merasa itu sebenarnya adalah jantung, bukan hati. Dalam kehidupan sehari – hari di Indonesia, bahkan menjadi rancu. ’You always in my heart’ diartikan dengan ’Kau selalu di hatiku’, namun tangan menunjuk pada jantung. ’Heart to Heart’ diartikan ’Dari hati ke hati’ dan tangan tetap menunjuk pada jantung… Heart memang sebenarnya jantung, sementara hati adalah liver.

Bicara tentang JANTUNG, menurut para ilmuwan, jantung mempunyai ’otak’ sendiri, yang membuat ia bekerja secara otomatis tanpa perlu menunggu perintah otak di kepala kita. Misalnya dalam hal kerja jantung berdetak dan memompa darah.

Selain itu, ilmu pengetahuan berhasil membuktikan bahwa kualitas elektromagnetik jantung 5000 kali lebih kuat daripada otak. Dengan kata lain, kalau Positive Thinking memakai tenaga 1 watt, maka Positive Feeling memakai tenaga 5000 watt. So, Positive Feeling lebih powerfull daripada Positive Thinking.

Have a great Positive Feeling… Have a great life ^;^

Apakah selama ini, anda merasa selalu dalam kesadaran ?

Memang, untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu kita lakukan adalah menjadi ‘Sadar’. Kesadaran merupakan inti dari spiritualitas dan kehidupan. Namun, ternyata banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan ‘tanpa sadar’. Ibaratnya seperti orang yang terkena hipnotis. Mereka tahu di mana menyimpan uang, tahu nomor pin ATM, tapi menyerahkan uang pada orang tidak dikenal. Orang – orang yang tanpa sadar ini sebenarnya tahu, tapi tidak sadar. Karena itu, mereka bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, dikendalikan lingkungan, dikendalikan jabatan, dikendalikan uang, dan lain sebagainya.

Sadar’ berbeda dengan ‘Tahu’. ‘Menyadari’ amat berbeda dengan ‘Mengetahui’. Contohnya, kita tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi kita tidak juga melakukannya. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!

Ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Yaitu, peristiwa pahit dan musibah. Musibah sebenarnya adalah ”rahmat terselubung’ ‘ karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Kita sadar pentingnya kesehatan kalau sakit. Kita sadar pentingnya belajar, kalau nilai menurun. Kita sadar hangatnya keluarga, saat dinas jauh…

Bismillah, mari senantiasa dalam kesadaran.

Sukses !

Setiap orang menginginkan sukses.

Dan tahukan anda bahwa sukses itu merupakan hasil dari berbagai aspek, antara lain kerja keras, kepandaian, rencana dan pelaksanaan yang hati-hati. Di samping itu, ternyata sukses juga ditentukan oleh DISIPLIN atau tidaknya seseorang. Tanpa disiplin, seseorang tak akan mampu menyelesaikan apapun yang telah direncanakannya. Dia tak akan mampu melakukan sebuah strategi secara berkesinambungan untuk meraih tujuan, jika tidak punya disiplin. Disiplin-lah yang membuat kita berada on track, tak peduli seberapa berat yang dihadapi. Orang yang disiplin tahu apa saja yang perlu dilakukan dan berfokus pada hal itu.
Yups… DISIPLIN !

Banyak orang mengatakan, pagi hari menentukan bagaimana kita menjalani hari. Bila kita bangun pagi dengan perasaan malas dan jengkel, maka biasanya seharian kita menjadi tidak produktif. Sebaliknya, bila kita bangun tidur dengan segar ceria dan tersenyum, maka hari selanjutnya akan terasa sangat indah.

Bahkan, pagi hari bisa digunakan untuk melatih KEDISIPLINAN.

Secara sederhana, sejak pagi dimulai, kedisiplinan tanpa sadar sudah menyertai. Bangun pukul sekian, mandi, kemudian berangkat ke kantor atau ke sekolah, adalah contoh kecil tentang disiplin.
Banyak orang sukses akan setuju bila faktor disiplin disertakan sebagai salah satu resep keberhasilan mereka. So, mari kita berlatih disiplin dari rutinitas pagi.
Buatlah semacam rutinitas kecil. Bangunlah di waktu-waktu yang sama – misalnya pukul 4-5 pagi, kemudian beribadah lalu kerjakan hal-hal kecil yang efisien, seperti menyiapkan pakaian, memanaskan mobil, dan sebagainya.

Have a great day !

MANUSIA MAKHLUQ SPIRITUAL

Ada sebuah ungkapan, ”Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.”

Manusia bukanlah ‘makhluk bumi’ melainkan ‘makhluk langit’.

Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan ‘rumah’ tubuh ini untuk mencari ‘rumah’ yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.

Ingat… Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau menyadari hal ini, kita tidak akan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Tapi bukan berarti harus menumpuk-numpuk dan menimbun.

Bila sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup!

Tak perlu sampai merusak jiwa kita sendiri dengan berlaku curang dan korup. Padahal, jiwa ini milik kita yang akan tetap hidup hingga menghadap Sang Khaliq nantinya.

‘Wahai Jiwa Yang Tenang, kembalilah kepada TUHANmu dengan hati yang puas lagi di-ridhoi’ (Al Fajr 26-27).